Kerudung Bukan di Kemaluanku

Kerudung, atau jilbabsebuah identitas yang menunjukan bahwa pemakainya adalah seorang muslimah. Dimana setiap muslimah diwajibkan untuk menutup seluruh anggota tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan.
Dengan memakai jilbab, seorang muslimah diharapkan bisa menjaga kelakuan serta harga dirinya sebagai seorang muslim. Selain itu, penggunaan pakaian yang menutup aurat, adalah sebagai penanda agar dirinya dihormati dan tidak mendapat gangguan.

Tapi apa yang terjadi sekarang?

Dulu, waktu aku masih sekolah kelas 3 SD, pernah membaca sebuah resensi buku yang kalau gak salah berjudul “Kerudung BUkan di Kemaluanku“.
Resensi? itu bercerita tentang seorang PSK, alias WTS atau yang lebih dikenal dengan sebutan perek atau pelacur yang binal.

Di satu sisi, dia adalah seorang wanita yang sangat baik, seorang muslimah yang selalu menjaga segala tindak tanduk dan tata busananya. Tapi di sisi lain, dia adalah seorang pelacur yang binal dan bagaikan tanpa pernah mengenal adat dan budaya.

Saat memakai jilbab, dia selalu sopan dalam bertindak dan berucap. Jangankan untuk berzina, mendekatinya pun dia enggan.
Tapi saat jilbab sudah terlepas dari kepala, segala kebinalan tidak akan pernah lepas dari segala tindak tanduknya.

“Kalau aku melacur, itu tidak ada hubungannya dengan jilbab yang aku pakai.Jilbab itu menutupi kepala, bukan kemaluanku”
Begitulah tanggapan yang diberikannya saat ditanya mengenai perilakunya yang saling bertolak belakang.

Kini, setelah bertahun-tahun berlalu dan aku berada diperantauan ibu kota ini, sangat terasa sekali isi novel tersebut. Banyak orang orang yang berpenampilan dan berperilaku baik di satu sisi, dan di sisi lain barang yang seharusnya? terjaga dan hanya bisa dinikmati oleh sang suami bebas dipakai oleh sembarang orang.

Pada sekolah-sekolah, para siswi memakai rok panjang, tapi menurut survei, lebih dari 90% dari mereka sudah kehilangan perawananya. Lok melihat hal ini, terasa sangat berbeda dengan mereka yang tinggal di daerah nanggung. Dalam artian pinggiran kota. Para siswi memakai rok sejengkal diatas lutut, tapi saat barang yang berada dibalik rok itu sedikit terusik akan sangat marah dan tidak rela.

Yang jadi pertanyaan adalah, apakah marahnya itu dalam ranggka mempertahankan kehormatan atau merasa belum siap dalam mengadopsi semua kebobrokan yang ada pada kota-kota besar???
Entahlah….., aku tak tahu dan aku gak mau tahu.

Yang jelas aku merasa isi novel itu makin mendekati kenyataan, setidaknya hal itu sudah terjadi di ibu kota negeri ini, dan akan mulai merambah ke daerah sekitar kota……

Buat mas mus mimin, mohon maaf, tutorialnya belum bisa aku publish, soalnya aku masih mengolah gambar pendukungnya……:mrgreen:

Incoming search terms:

jilbab binal,kerudung binal,muslimah binal